I.
SEJARAH PESTISIDA
Pestisida
adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang
digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah
serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh
fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing
dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap
merugikan.
Pembasmi
hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak,
atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran - cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga,
tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu.
Pestisida biasanya, tapi tak selalu, beracun.
Penggunaan
pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih
dititiberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah
batas ambang ekonomi atau ambang kendali.
Di
Indonesia untuk keperluan perlindungan tanaman, khususnya untuk pertanian dan
kehutanan pada tahun 2008 hingga kwartal I tercatat 1702 formulasi yang telah
terdaftar dan diizinkan penggunaannya. Sedangkan bahan aktif yang terdaftar
telah mencapai 353 jenis.
Dalam
pengendalian hama tanaman secara terpadu, pestisida adalah sebagai alternatif
terakhir. Dan belajar dari pengalaman, Pemerintah saat ini tidak lagi memberi
subsidi terhadap pestisida. Namun kenyataannya di lapangan petani masih banyak
menggunakannya. Menyikapi hal ini, yang terpenting adalah baik pemerintah
maupun swasta terus menerus memberi penyuluhan tentang bagaimana penggunaan
pestisida secara aman dan benar.
Sebelum
tahun 2000 SM, manusia telah menggunakan pestisida untuk melindungi tanaman
pertanian. Pestisida pertama berupa sulfur dalam bentuk unsur yang ditebarkan
di atas lahan pertanian di Sumeria sekitar 4500 tahun yang lalu. Rig Veda yang
berusia 4000 tahun menyebutkan penggunaan tanaman beracun untuk mengendalikan
hama. Sejak abad ke 15, senyawa berbahaya seperti arsenik, raksa, dan timbal
diterapkan di lahan pertanian untuk membunuh hama. Di abad ke 17, nikotin
sulfat diekstraksi dari daun tembakau untuk dijadikan insektisida. Abad ke 19,
piretrum dari bunga krisan dan rotenon dari akar sayuran mulai dikembangkan.Hingga
tahun 1950an, pestisida berbahan dasar arsenik masih dominan. Paul Herman
Müller menemukan DDT yang sangat efektif sebagai insektisida. Organoklorin
menjadi dominan, namun segera digantikan oleh organofosfat dan karbamat pada
tahun 1975 di negara maju. Senyawa piretrin menjadi insektisida dominan.
Herbisida berkembang dan mulai digunakan secara luas pada tahun 1960an dengan
triazin dan senyawa berbasis nitrogen lainnya, asam karboksilat, dan glifosat.
SEJARAH PENGGUNAAN PESTISIDA
Sejarah penggunaan pestisida sejak
tahun 1946, yakni:
1.
1946-1947
Terjadi kekeringan panjang yang
menurunkan produksi beras sehingga Indonesia harus melakukan impor beras.
2.
1950-1960
Penggunaan
pestisida sintetik di seluruh dunia termasuk di Indonesia semakin meningkat dan
dominan
pada era ini.
3.
1960-1970
Merupakan era keemasan pestisida
kimia. Permintaan dan penggunaan pestisida pertanian meningkat sangat cepat
sehingga menumbuhkan industri-industri raksasa multinasional yang menguasai
pasar pestisida dunia.
4.
1973
Lahirnya
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973.
Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber
kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat
digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur
dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973. Dalam peraturan ini
antara lain ditentukan bahwa: tiap pestisida harus
didaftarkan kepada Menteri Pertanian melalui Komisi Pestisida untuk dimintakan
izin penggunaannya
5.
1978
Keluarnya
satu buku penting tentang pestisida yang berjudul “The Pesticide Conspiracy” yang ditulis oleh Dr. Robert van den
Bosch.
6.
1980
Pemerintah mulai melaksanakan Proyek
Rintisan Penerapan PHT pada tanaman padi di 6 propinsi yaitu: Jawa Barat, Jawa
Tengah, DIY, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara.
Dilakukan upaya untuk mengatasi
masalah hama dan gulma yang dilematis. Betapa tidak, pestisida yang dianggap
menyelesaikan masalah pertanian khususnya dalam pembasmian hama, ternyata
menimbulkan dampak. Senyawa-senyawa kimia yang tertinggal, senyawa sisa yang
dimanfaatkan tanaman, namun tertinggal dalam tanah. Senyawa yang tertinggal
inilah yang mengganggu dan merusak aktifitas tanah. Tanah akan mengalami
defisiensi unsur hara alami karena adanya reaksi antar senyawa sisa pestisida
dengan hara alami. Selain mempengaruhi keadaan tanah, ternyata pestisida
sendiri secara tidak langsung memberikan peluang terputusnya sistem ekologis
areal persawahan dan perkebunan tanaman, yang akhirnya membuat sistem ekologis
baru, dimana hewan predator menghilang, hama menjadi kebal setelah beberapa generasi
beradaptasi dengan pestisida, dan kekalahan terbesar bagi petani adalah ketika
tanah menjadi ketergantungan terhadap pestisida.
7.
1985-1986
Kembali terjadi
letusan lokal wereng coklat padi di pulau Jawa. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian insektisida padi yang direkomendasi mendorong terjadinya
resurjensi wereng coklat. Kembali terjadi ledakan
populasi wereng coklat dan merusak lahan padi seluas kira-kira 275.000 hektar.
Ledakan serupa ini terjadi pula di Malaysia dan Thailand antara tahun 1977 dan
1990. Hama wereng coklat merupakan hama padi “baru”. Sebelum tahun 1970 hama
ini belum pernah tercatat sebagai hama padi penting Indonesia. Akibat letusan
wereng coklat tersebut pencapaian sasaran produksi beras nasional terhambat.
Namun, ironisnya, sampai tahun 1979, banyak pakar belum menyadari bahwa
kemunculan dan letusan wereng coklat di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari
penggunaan pestisida kimia.
8.
1990
Sejak
awal tahun 90-an, pemerintah melalui undang-undang meminta kepada para petani
untuk tidak lagi mengunakan pestisida kimia. Karena dirasa kontaminasinya
berpengaruh besar bagi ekosistem alam. Hingga saat ini petani diharapkan untuk
tidak menggunakan pestisida atau bahan kimiawi baik untuk memberantas hama,
atau meningkatkan produktivitas tanaman. Sebagai alternatif pemerintah telah
mengeluarkan pestisida organik, dan cara-cara pemberantasan dengan lebih
memperhatikan ekosistem lingkungan.
9.
1996.
Komisi
Pestisida menyatakan bahwa mereka kekurangan dana dan tenaga ahli. Komisi
Pestisida masih kesulitan dana dan tenaga ahli dalam menyiapkan perangkat
laboratorium penguji sebagai realisas keputusan BMR Menkes dan
Mentan.
10.
2000
UU No. 29
tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
Sesuai dengan
peraturan pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 menjelaskan bahwa pemerintah pusat
mempunyai kewenangan dalam melaksanakan pengaturan dan pengawasan produksi,
peredaran, penggunaan dan pemusnahan pestisida.
II.
JENIS
PESTISIDA BERDASARKAN BENTUK DAN STRUKTUR KIMIANYA
Pestisida
mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda, karena itu
dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai
cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan jasad sasaran
yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya,
asal dan sifat kimia, berdasarkan bentuknya dan pengaruh fisiologisnya.
1.
Jenis Pestisida Menurut Jasad Sasaran
Menurut
Kementrian Pertanian (2011), ditinjau dari jenis jasad yang menjadi sasaran
penggunaan pestisida dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain:
·
Akarisida, berasal dari kata akari, yang dalam bahasa Yunani
berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut Mitesida. Fungsinya
untuk membunuh tungau atau kutu. Contohnya Kelthene MF dan Trithion 4 E.
·
Algasida, berasal dari kata alga, bahasa latinnya berarti
ganggang laut, berfungsi untuk membunuh algae. Contohnya Dimanin.
·
Alvisida, berasal dari kata avis, bahasa latinnya berarti
burung, fungsinya sebagai pembunuh atau penolak burung. Contohnya Avitrol untuk
burung kakaktua.
·
Bakterisida, Berasal dari katya latin bacterium, atau kata
Yunani bakron, berfungsi untuk membunuh bakteri. Contohnya Agrept, Agrimycin,
Bacticin, Tetracyclin, Trichlorophenol Streptomycin.
·
Fungsida, berasal dari kata latin fungus, atau kata Yunani
spongos yang artinya jamur, berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan. Dapat
bersifat fungitoksik (membunuh cendawan) atau fungistatik (menekan pertumbuhan
cendawan). Contohnya Benlate, Dithane M-45 80P, Antracol 70 WP, Cupravit OB 21,
Delsene MX 200, Dimatan 50 WP.
·
Herbisida, berasal dari kata lain herba, artinya tanaman
setahun, berfungsi untuk membunuh gulma. Contohnya Gramoxone, Basta 200 AS,
Basfapon 85 SP, Esteron 45 P
·
Insektisida, berasal dari kata latin insectum, artinya
potongan, keratan segmen tubuh, berfungsi untuk membunuh serangga. Contohnya
Lebaycid, Lirocide 650 EC, Thiodan, Sevin, Sevidan 70 WP, Tamaron
·
Molluskisida, berasal dari kata Yunani molluscus, artinya
berselubung tipis atau lembek, berfungsi untuk membunuh siput. Contohnya
Morestan, PLP, Brestan 60.
·
Nematisida, berasal dari kata latin nematoda, atau bahasa
Yunani nema berarti benang, berfungsi untuk membunuh nematoda. Contohnya
Nemacur, Furadan, Basamid G, Temik 10 G, Vydate.
·
Ovisida, berasal dari kata latin ovum berarti telur,
berfungsi untuk merusak telur.
·
Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis, berarti kutu,
tuma, berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
·
Piscisida, berasal dari kata Yunani Piscis, berarti ikan,
berfungsi untuk membunuh ikan. Contohnya Sqousin untuk Cypirinidae, Chemish 5
EC.
·
Predisida, berasal dari kata Yunani Praeda berarti pemangsa,
berfungsi sebagai pembunuh predator.
·
Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere, berarti
pengerat berfungsi untuk membunuh binatang pengerat. Contohnya Dipachin 110,
Klerat RMB, Racumin, Ratikus RB, Ratilan, Ratak, Gisorin.
·
Termisida, berasal dari kata Yunani termes, artinya serangga
pelubang kayu berfungsi untuk membunuh rayap. Contohnya Agrolene 26 WP,
Chlordane 960 EC, Sevidol 20/20 WP, Lindamul 10 EC, Difusol CB.
·
Silvisida, berasal dari kata latin silva berarti hutan,
berfungsi untuk membunuh pohon atau pembersih pohon.
·
Larvasida, berasal dari kata Yunani lar, berfungsi membunuh
ulat (larva). Contohnya Fenthion, Dipel (Thuricide).
2.
Pestisida berdasarkan cara kerjanya
Dilihat
dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi
menjadi tiga golongan, yaitu (Soemirat, 2005):
·
Racun perut
Berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran memakan
pestisida. Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk
membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya
melalui perut. Contoh: Diazinon 60 EC.
·
Racun kontak
Berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena
pestisida. Organisme tersebut terkena pestisida secara kontak langsung atau
bersinggungan dengan residu yang terdapat di permukaan yang terkena pestisida.
Contoh: Mipcin 50 WP.
·
Racun gas
Berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena
uap atau gas. Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas
pada ruangan ruangan tertutup.
3.
Pestisida Berdasarkan Struktur
Kimianya
Menurut Pohan (2004), jika dilihat
dari segi struktur kimianya, pestisida dibagi atas:
·
Orgahochlorine
Pestisida jenis ini mengandung unsur-unsur Carbon, Hidrogen,
dan Chlorine. Misal : DDT
·
Orgahoposphate
Pestisida yang mengandung unsur : P, C, H misal : tetra
ethyl phyro posphate (TEPP )
·
Carbamate
Pestisida yang mengandung gugus Carbamate. Misal : Baygon,
Sevin dan Isolan.
Sedangkan
menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Diana (2009), berdasarkan
struktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi :
·
Golongan organochlorin
Pestisida organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan
lain-lain. Umumnya golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang
universal, degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.
·
Golongan organophosfat
Pestisida organophosfat misalnya diazonin dan basudin.
Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun yang tidak
selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di
lingkungan, menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan
populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari pada
organokhlor.
·
Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain.
Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan
sifat pestisida organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan,
degradasi tetap cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk
hewan, tetapi toksik yang kuat untuk tawon.
·
Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC.
Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses
pengubahan ADP (Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai
dengankebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial
tinggi ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton dengan oksigen dalam
sel. Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang
diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.
·
Pyretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran
dari beberapa ester yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari
genus Chrysanthemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar
matahari adalah : deltametrin, permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis
pyretroid yang sintetis yang stabil terhadap sinar matahari dan sangat beracun
bagi serangga adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin,
fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin, flusitrinate.
·
Fumigant
Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas
atau uap atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus.
Biasanya fumigant merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap atau
menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya
chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide, formaldehid, fostin.
·
Petroleum
Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida.
Minyak tanah yang juga digunakan sebagai herbisida.
·
Antibiotik
Misalnya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan
dari mikroorganisme ini mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida.
4.
Sedangkan menurut Prijanto (2009),
berdasarkan jenis bentuk kimianya
Sedangkan menurut Prijanto (2009),
berdasarkan jenis bentuk kimianya dapat digolongkan menjadi :
·
Organofosfat
Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat
antara lain : Azinophosmethyl, Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos,
Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion, Parathion, Diazinon,
Chlorpyrifos.
·
Karbamat
Insektisida
karbamat berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini biasanya daya
toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi
sangat efektif untuk membunuh insekta. Pestisida golongan karbamat ini
menyebabkan karbamilasi dari enzim asetil kholinesterase jaringan dan
menimbulkan akumulasi asetil kholin pada sambungan kholinergik neuroefektor dan
pada sambungan acetal muscle myoneural dan dalam autonomic ganglion, racun ini
juga mengganggu sistem saraf pusat.
·
Organoklorin
Organoklorin
atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri dari beberapa kelompok yang
diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling populer dan pertama kali
disinthesis adalah “Dichloro-diphenyl-trichloroethan” atau disebut DDT.
5.
Pestisida berdasarkan asal dan sifat
kimianya
Penggolongan
pestisida menurut asal dan sifat kimia menurut Butarbutar (2009) adalah:
a. Hasil alam: Nikotinoida, Piretroida,
Rotenoida dll.
b. Sintetik
1) Anorganik: garam-garam beracun
seperti arsenat, flourida, tembaga sulfat dan garam merkuri.
2) Organik:
§ Organo khlorin: DDT, BHC, Chlordane,
Endrin dll.
§ Heterosiklik: Kepone, mirex dll.
§ Organofosfat: malathion, biothion
dll.
§ Karbamat: Furadan, Sevin dll.
§ Dinitrofenol: Dinex dll.
§ Thiosianat: lethane dll.
§ Sulfonat, sulfida, sulfon.
§ Lain-lain: methylbromida dll.
Sedangakn
menurut Soemirat (2005) Klasifikasi pestisida menurut asal dan struktur atau
golongan zat kimianya antara lain:
a. Pestisida alamiah:
1) Pyrethum: Pyrethrin, Cinerin
2) Derris: Rotenon
b. Pestisida sintetik:
o Senyawa halogen organik: DDT, Lindan
o Senyawa fosfatester organik:
Dichlorvos, Malathion
o Senyawa karbamat : Prpoxur,
Dimetilan
o Derivat kumarin : Cumachlor
o Senyawa Dinitrofenol : Dinobuton
Berdasarkan
asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, maka pestisida dapat
dibedakan ke dalam empat golongan yaitu:
1) Pestisida Sintetik, yaitu pestisida
yang diperoleh dari hasil sintesa kimia, contoh: organoklorin, organofospat,
dan karbamat.
2) Pestisida Nabati, yaitu pestisida
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, contoh: neem oil yang berasal dari pohon
mimba.
3) Pestisida Biologi, yaitu pestisida
yang berasal dari jasad renik atau mikrobia, contoh: jamur, bakteri atau virus.
4) Pestisida Alami, yaitu pestisida
yang berasal dari bahan alami, contoh: bubur bordeaux.
6.
Pestisida berdasarkan bentuknya
Dengan
melihat bentuk fisiknya, pestisida digolongkan kedalam beberapa bentuk :
·
Tepung hembus
·
Tepung semprot ( Wetable Powder)
·
Minyak
·
Aerosol
·
Rook patroner
Sedangkan
menurut Yuantari (2009) berdasarkan bentuk formulasi, pestisida dapat
digolongkan dalam bentuk:
a) Butiran (Granule=G)
Berbentuk butiran yang cara penggunaanya dapat langsung
disebarkan dengan tangan tanpa dilarutkan terlebih dahulu.
b) Tepung (Dust=D)
Merupakan tepung sangat halus dengan kandungan bahan aktif
1-2% yang penggunaanya dengan alat penghembus (duster).
c) Bubuk yang dapat dilarutkan
(wettable powder=WP)
Berbentuk tepung yang dapat dilarutkan dalam air yang
penggunaanya disemprotkan dengan alat penyemprot atau untuk merendam benih.
Contoh: Mipcin 50 WP.
d) Cairan yang dapat dilarutkan
Berbentuk cairan yang bahan aktifnya mengandung bahan
pengemulsi yang dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Larutannya
berwarna putih susu tapi berwarna coklat jernih yang cara penggunaanya
disemprotkan dengan alat penyemprot.
e) Cairan yang dapat diemulsikan
Berbentuk cairan pekat yang bahan aktifnya mengandung bahan
pengemulsi yang dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Cara penggunaanya
disemprotkan dengan alat penyemprot atau di injeksikan pada bagian tanaman atau
tanah. Contoh: Sherpa 5 EC.
f) Volume Ultra Rendah
Berbentuk cairan pekat yang dapat langsung disemprotkan
tanpa dilarutkan lagi. Biasanya disemprotkan dengan pesawat terbang dengan
penyemprot khusus yang disebut Micron Ultra Sprayer. Contoh: Diazinon 90 ULV.
g) Aerosol (A)
Aerosol merupakan formulasi yang terdiri dari campuran bahan
aktif berkadar rendah dengan zat pelarut yang mudah menguap (minyak) kemudian
dimasukkan ke dalam kaleng yang diberi tekanan gas propelan. Formulasi jenis
ini banyak digunakan di rumah tangga, rumah kaca, atau perkarangan.
h) Umpan beracun (Poisonous Bait = B)
Umpan beracun merupakan formulasi yang terdiri dari bahan
aktif pestisida digabungkan dengan bahan lainnya yang disukai oleh jasad
pengganggu.
7.
Pestisida berdasarkan pengaruh
fisiologisnya
Menurut
Yusniati (2008) dalam Diana (2009), pestisida juga diklasifikasikan berdasarkan
pengaruh fisiologisnya, yang disebut farmakologis atau klinis, sebagai berikut:
a. Senyawa Organofospat
Racun ini
merupakan penghambat yang kuat dari enzim cholinesterase pada syaraf. Asetyl
cholin berakumulasi pada persimpangan-persimpangan syaraf (neural jungstion)
yang disebabkan oleh aktivitas cholinesterase dan menghalangi penyampaian
rangsangan syaraf kelenjar dan otot-otot. Golongan ini sangat toksik untuk
hewan bertulang belakang.Organofosfat disintesis pertama kali di Jerman pada
awal perang dunia ke-II.
Pestisida
yang termasuk dalam golongan organofosfat antara lain
o Asefat,
o Kadusafos
o Klorfenvinfos
o Klorpirifos
o Kumafos
o Diazinon
o Diklorvos (DDVP)
o Malation
o Paration
o Profenofos
o Triazofos
b. Senyawa Organoklorin
Golongan ini paling jelas pengaruh fisiologisnya seperti
yang ditunjukkan pada susunan syaraf pusat, senyawa ini berakumulasi pada
jaringan lemak. Secara kimia tergolong insektisida yang toksisitas relatif
rendah akan tetapi mampu bertahan lama dalam lingkungan.
c. Senyawa Arsenat
Pada keadaan keracunan akut ini menimbulkan gastroentritis
dan diare yang menyebabkan kekejangan yang hebat sebelum menimbulkan kematian.
Pada keadaan kronis menyebabkan pendarahan pada ginjal dan hati.
d. Senyawa Karbamat
Merupakan ester asam N-metilkarbamat atau turunan dari asam
karbamik HO-CO-NH2. Pengaruh fisiologis yang primer dari racun golongan
karbamat adalah menghambat aktifitas enzym cholinesterase darah dengan gejala-gejala
seperti senyawa organofospat, tetapi pengaruhnya jauh lebih reversible dari
pada efek senyawa organofosfat.
e. Piretroid
Piretroid merupakan senyawa kimia yang meniru struktur kimia
(analog) dari piretrin. Piretrin sendiri merupakan zat kimia yang bersifat
insektisida yang terdapat dalam piretrum, kumpulan senyawa yang di ekstrak dari
bunga semacam krisan piretroid (bunga Chrysantheum cinerariaefolium) memiliki
beberapa keunggulan, diantaranya diaplikasikan dengan takaran relatif sedikit,
spektrum pengendaliannya luas, tidak persisiten, dan memiliki efek melumpuhkan
yang sangat baik. Namun karena sifatnya yang kurang atau tidak selektif, banyak
piretroid yang tidak cocok untuk program pengendalian hama terpadu. Insektisida
tanaman lain adalah nikotin yang sangat toksik secara akut dan bekerja pada
susunan saraf. Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi
menimbulkan alergi pada orang yang peka.
A.
MEKANISME
PENDAFTARAN PESTISIDA DI INDONESIA
Dalam
Peraturan tersebut antara lain ditentukan bahwa :
1. Tiap pestisida harus di daftarkan
kepada Menteri Pertanian untuk dimintakan izin penggunaannya;
2. Hanya pestisida yang penggunaannya
terdaftar dan atau diizinkian oleh Menteri Pertanian boleh disimpan, diedarkan
dan digunakan
3. Pestisida yang penggunaannya
terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian hanya boleh disimpan,
diedarkan dan digunakan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam iin
pestisida tersebut;
4. Tiap pestisida harus diberi label
dalam bahasa Indonesia yang berisikan keterangan-keterangan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam pendaftaran dan iZin masing-masing
pestisida
Pestisida
yang harus didaftarkan dan dimintakan izin adalah tiap formulasi pestisida
tersebut yang dinyatakan oleh pembuat/pemilik formulasi. Pihak yang wajib
mendaftarkan pestisida pada dasarnya adalah pembuat/pemilik formulasi pestisida
atau yang ditunjuk dan diberi kuasa olehnya.
Dalam
peraturan Menteri Pertanian No. 24/Permentan/SR.140/4/2011 ditetapkan bahwa
pemohon pendaftaran pestisida dapat dilakukanoleh badan usaha atau badan hukum
Indonesia dengan memenuhi pesyaratan pendaftaran dan untuk pemilik formulasi
yang berasal dari luar negeri, pendaftaran pestisida dilakukan oleh kuasanya/perwakilan
yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Dalam
pendaftaran pestisida, izin formulasi dapat diberikan oleh Menteri Pertanian
sebagai izin percobaan atau izin sementara yang masing-masing berlaku untuk
satu tahun atau izin tetap yang berlaku lima tahun.
Izin
percobaan diberikan untuk pestisida yang datanya belum tersedia cukup, sehingga
aspek keamanan dan atau efikasi pestisida tersebut belum dapat diketahui.
pestisida yang diberi izin percobaan tidak boleh diedarkan dan hanya boleh
digunakan untuk percobaan yang dilaksanakan dengan persyaratan teknis tertentu
untuk menguji efikasi terhadap organisme sasaran atau daya racun pada hewan
menyusui atau ikan atau untuk menilai aspek lainnya.
Izin
sementara diberikan untuk pestisida yang berdasarkan data sementara yang
tersedia dinilai relatif aman dan efektif untuk digunakan menurut persyaratan
tertentu. Pestisida yang diberi izzin sementara boleh diedarkan dan
digunakan untuk tujuan dan dengan cara penggunaan tertentu. Beberapa data
tambahan masih diperlukan untuk menilai keamanan dan atau efikasi pestisida
tersebut lebih lanjut.
Izin
tetap diberikan untuk pestisida yang dengan pesyaratan tertentu dapat digunakan
aman bagi manusia dan lingkungan serta efektif untuk tujuan dan dengan cara
pengguanaan tertentu. Pestisida yang telah terdaftar dengan izin tetap
dapat dimintakan izin perluasan penggunaan oleh pemegang pendaftaran yang
bersangkutan dengan menyampaikan data percobaan mengenai penggunaan baru yang
diusulkan kepada komisi pestisida.
Izin
tersebut diberikan kepada pemegang nomor pendaftaran pestisida untuk
mengedarkan dalam waktu tertentu pestisida yang didaftarkannya. Dalam hal
ini pemegeang nomor pendaftaran mempunyai kewajiban menjaga mutu pestisida itu
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam pendaftaran, mengedarkan
pestisida itu dalam wadah dan pembungkus yang memenuhi syarat serta memberi
label pada tiap wadah dan pembungkus pestisida yang isi keterangannya memenuhi
persyaratan serta sesuai dengan penggunaannya yang di izinkan untuk
masing-masing pestisida.
Tiap
izin dapat diperpanjang setelah masa berlakunya habis. menjelang
berakhirnya masa laku izin itu pada umumnya pestisida terseut didaftarkan
kembali oleh masing-masing pemegang pendaftaran sehingga pada umumnya untuk
waktu berikutnya pestisida tersebut terdaftar kembali dan pemegang pendaftaran
memperoleh kembali izin untuk mengedarkan pestisida yang didaftarkannya itu.
Pendaftaran
suatu pestisida dapat ditinjau kembali setiap saat dan bahkan suatu pestisida
yang sebelumnya terdaftar kemudian dapat dilarang untuk disimpan, diedarkan dan
digunakan apabila kemudian diketahui bahwa pestisida tersebut potensial sangat
berbahaya bagi manusia dan lingkungan, tidak efektif lagi, menimbulkan pengaruh
samping yang tidak diinginkan, atau karena sebab lain yang mengakibatkan
persyaratan dan pendaftaran pestisida itu tidak dapat lagi dipenuhi.
Karena
Keamanan dalam Penggunaan pestisida sangat ditentukan antara lain oleh
keteraampilan dan pengetahuan pemakai, alat aplikasi dan alat keamanan yang
digunakan, maka pestisida-pestisida terdaftar tertentu yang potensial sangat
berbahaya tidak di izinkan untuk digunakan oleh pemakai umum. Pestisida
tersebut, yang untuk dapat digunakan dengan aman diperlukan keterampilan dan
pengetahuan khusus serrta alat pelindung atau alat keamanan tertentu, hanya
diizinkan digunakan oleh pemakai tertentu yang memenuhi persyaratan keamanan
yang ditetapkan. Oleh karena itu untuk menggunakan pestisida tersebut,
pemakai harus memiliki sertifikat.
No comments:
Post a Comment